SPONSOR

Sabtu, 14 Februari 2009

resensi novel Artemis Fowl



Novel ini dibuka dengan prolog yang mendeskripsikan mengenai sosok Artemis Fowl, yang merupakan tokoh sentral dari keseluruhan ceritanya. Meskipun dalam prolognya dikatakan bahwa sangat sulit untuk menerangkan tentang seorang Artemis Fowl, tapi justru dengan penjabaran yang seperti itulah kita dapat membayangkan sosok Artemis dengan lebih akurat, lengkap dengan kejeniusannya yang membius. Karakter Artemis Fowl yang dingin dan tenang seringkali membuat kita lupa bahwa sang tokoh utama tersebut baru berusia 12 tahun. Tapi ternyata Eoin Colfer tidak lupa, dengan ahli Colfer menampilkan sosok anak-anak Artemis Fowl pada momen-momen yang tepat yang akan membuat pembaca berpikir, “Ah, ternyata dia TETAPLAH anak-anak..”
Eoin Colfer, melalui novel ini, berusaha mengajak para pembacanya berpetualang dalam dunia fairy tale yang ia ciptakan sendiri, dalam sudut pandang yang sama sekali berbeda dengan yang sudah ada sebelumnya. Dia tidak menawarkan sosok peri yang polos dan cantik, sebagai gantinya ia menampilkan sosok peri yang cerdas dan canggih. Sekilas penjabaran ini membuat para peri yang selama kita tahu menjadi terlalu manusiawi dan terlalu rasional karena Colfer menggunakan teknologi untuk menerangkan kemampuan-kemampuan sihir para peri. Colfer sepertinya memang ingin agar para pembacanya dapat dengan mudah memasuki ‘dunia’ yang ia ciptakan, tapi terlepas dari semua itu, melihat para peri dari sudut pandang yang sama sekali berbeda dari yang biasa kita lakukan tetaplah suatu pengalaman yang menarik.
Alur cerita novel ini mengalir cepat dan tidak bertele-tele. Dimulai dengan usaha pencarian Artemis Fowl akan keberadaan bangsa peri demi memulihkan kekayaan keluarganya dan menunjukkan superioritasnya pada bangsa peri , segera dilanjutkan dengan bagaimana Artemis dan bangsa peri mengadu kepintaran bahkan kelicikan untuk mengalahkan satu sama lain. Semua konflik-konflik diceritakan dengan gaya bahasa yang menarik sehingga membuat saya merasa sedang menonton sebuah film bukannya membaca novel. Gaya bahasa yang dipakai Eoin Colfer begitu memudahkan kita dalam membayangkan ‘dunia’ Artemis Fowl. Kita tidak perlu terlalu mengerutkan kening dalam membaca novel ini, membuat membaca novel ini sebuah rekreasi yang menyegarkan. Ditutup dengan ending yang menarik, novel ini benar-benar layak ikut menghiasi perpustakaan pribadi kita.


0 komentar:

Posting Komentar